Day one…
Hari pertama saya menginjakkan kaki di
Jerman, tepatnya di bandara Frankfurt am Main. Hmm, banyak bule J) . Saya bersama Vau tersesat. Ya, tersesat. Kami tidak
tahu harus kemana tepatnya setelah kami tiba di bandara. Papan petunjuk
menunjukkan bahwa kami harus menuju ke lantai bawah untuk ‘claim baggage’.
Setelah tiba di lantai bawah, kami semakin tambah bingung, ada sekitar 200
orang berkumpul dan mengantri di berbagai loket. Kami yang tidak tahu apa-apa
sempat mengantri dari satu loket ke loket lain, berpindah-pindah. Hingga
akhirnya kami bertemu sesama mahasiswa Indonesia, mereka hendak mengikuti
Sommerkurs, ah, dan saya lupa menanyakan nama ataupun dimana mereka tinggal,
tetapi saya sempat mengabadikan beberapa foto bersama mereka.
Akhirnya kami menemukan loket yang
benar haha, loket itu bertuliskan ‘alle pass’ atau semua jenis paspor, untuk
pendatang, karena ada loket lain yang di khususkan untuk warga UE (Uni Eropa)
saja. Ketika saya menyerahkan paspor, petugas tertawa karena melihat foto visa
saya. Hm, oke saya ngerti… itu foto 80 persen wajah, wajib, tanpa poni, rambut
di sisir ke belakang, oh mensch!! Tampang asli saya terlihat karena foto
tersebut tidak boleh di edit dan wajib menggunakan warna kulit asli. Thanks God
I have a bright skin hahhaa…
Setelah itu kami mengambil bagasi,
koper saya sangat sangat berat, begitupun dengan ransel saya, ketika hendak
mengambil troli, saya harus membayar sekitar 1-2 euro atau 50 cent jika ingin
menggunakannya. Saat itu saya hanya membawa uang kertas kecil pecahan 10 dan 50
euro. Jadi saya harus mendorong koper sendiri L
Saya dijemput Wahyu, salah seorang
sahabat saya yang sudah satu tahun tinggal di Frankfurt. Dia tidak berubah,
senangnya punya teman lelaki seperti dia,
Wahyu menjadi petunjuk saya dan Vau untuk bertemu Gastfamilie (GF)
karena kami tidak tahu bagaimana mengontak mereka, dan Wahyu bisa menghubungi
mereka lewat telpon. Sekitar jam 9 pagi, akhirnya GF saya datang menjemput.
Namanya Marc, orang jerman asli, berusia 39 tahun dan sangat tampan. Saya
sangat gugup waktu itu karena masih belum lancar berbicara bahasa Jerman. Saya
bisa mengerti apa yang mereka katakan namun saya tidak lancar untuk menjawab
pertanyaan. Berhubung saya mahasiswa pendidikan, dan ketika kuliah grammar
adalah hal yang sangat penting, jadi saya terkadang berpikir hingga 3 kali
sebelum berbicara, apakah grammarnya benar? Apakah kata kerjanya sudah di tempat
kedua? Apakah? Apakah? Oh, padahal mereka tidak menggunakan grammar dalam
berbicara sehari-hari -_-.
Saya melanjutkan perjalanan menuju
Odelzhausen, suatu daerah di Bayern bagian atas, hanya setengah jam dari
Munchen. Sepanjang jalan saya melewati
Heidelberg, Stuttgart, Augsburg dan berbagai kota lainnya. Langit sangat cerah
di sini dan begitu luas, udaranya segar, saya bahkan banyak melihat burung
elang, tupai, mereka benar-benar bebas. Padang rumput dimana-mana, benar-benar
seluas samudra, seperti melihat laut berwana hijau, kuning, indah sekali.
Perjalanan menuju Odelz sangat
melelahkan. Bayangkan, setelah lebih darI 18 jam berada dipesawat, saya harus
menempuh jarak 4 jam dengan mobil. Dan itu benar-benar 4 jam tanpa macet. Marc
sampai mengendarai mobilnya dengan kecepatan 200 km/jam.
Sesampainya di rumah, wow….
Odelzhausen seperti kompleks perumahan, haha, rumah-rumah berjajar dengan
rapih, suasananya benar-benar tenang. Kalau di Jakarta, ini seperti Pantai
Indah Kapuk atau Perumahan yang dibangun Podomoro itu lho. Uniknya, di
Indonesia hampir seluruh rumah dipagari lebih dari 2 meter. Entah dengan pagar
besi berduri, berkawat, ber cctv, atau apapun yang dapat mencegah maling masuk.
Di sini banyak rumah tidak berpagar, hanya ada batas rumput setinggi satu
meter, atau kayu setengah meter. Kita bisa melihat tetangga dari jalan, dan
mereka baik-baik saja, tidak merasa risih.
Saya bertemu dengan GF perempuan saya,
namanya Ul, saya sudah 4 bulan berkirim email dan mengobrol via skype
dengannya, dia sangat cantik dan baik. Saya diperkenalkan dengan anak-anaknya,
Jaar, Matt, dan Ann. Mereka sangat lucu dan ramah. Saya diantar ke lantai
paling atas tepatnya atap rumah, menuju kamar saya. Wah, benar-benar seperti
yang saya inginkan. Saya sangat ingin sekali tidur di sofa bed. Ketika kuliah
saya berpikir untuk membeli sofa bed daripada kasur air, namun niat itu saya
urungkan karena kamar kostan saya dulu tidak begitu besar. Kamar saya terdiri
dari 3 bagian. Di sebelah kiri ada rak buku dan CD musik, peti besar untuk
menyimpan pakaian, sofa single berwarna hitam dan wow, kursi goyang berikut
selimutnya. Di bagian tengah ada meja belajar hitam yang mengahadap ke jendela,
dari dalam saya bisa melihat jalanan dan rumah tetangga dan ya, langit cerah
yeaaayy… Di bagian kanan saya, ada sofa bed berwarna hitam, rak buku lagi,
peti, meja kecil dan TV sebesar 30 inci lengkap dengan dvd, vcd, hmm…… keluar
kamar ada kamar mandi saya sendiri, atapnya kaca sehingga saya bisa melihat
langit, ada wastafel, shower, dan hm, tidak ada pancuran air, saya wudhu
menggunakan wastafel, haha dapat kalian bayangkan bukan? Yang membuat saya
tidak nyaman adalah tidak adanya penyemprot air untuk wc semuanya menggunakan
tissue, tissue basah. Kamar saya rapih dan bersih, seperti rumah baru. Memang
jerman beda sekali dengan Indonesia, semuanya serba teratur dan rapih di sini,
bahkan tidak ada debu.
Setelah melihat-lihat kamar, saya di
ajak ke dapur, diajari bagaimana cara memasak, dengan kompor, oven, microwave,
minum melalui keran, ditunjukkan isi kulkas (banyak banget makanannya), isi
lemari makanan. Entah Ul tahu atau tidak bahwa saya suka sekali makan, dia mengatakan ‘alles für dich’, ‘semua yang ada di dapur
adalah punya kamu, kamu bisa makan apapun, ada coklat, pudding, ayam, dan ya,
saya juga punya beberapa makanan di basement’. Saya di ajak ke basement dan hm…
surga daging….. Sebelumnya saya mengatakan bahwa saya tidak memakan daging
schwein karena saya muslim, dia mengerti dan benar-benar berhati-hati untuk
itu. Ketika hendak memasak daging dia selalu memperlihatkan dan bertanya apakah
saya oke dengan ini atau itu, dia bahkan selalu menunjukkan ingredients dari
makanan yang hendak dimasak.
Setelah melihat-lihat rumah, saya di
ajak untuk berkeliling kompleks, Saya pikir orang di sini sombong-sombong,
tidak suka dengan orang asing. Kenyataannya mereka sangat ramah. Kalau orang
sunda selalu bilang ‘punteun’ kalau lewat. Mereka selalu menyapa ‘Gruss Got,
Halo, Morgen’. Ya, mereka sangat ramah, bahkan kepada saya yang baru tiba, dan
sepertinya saya satu-satunya orang asia di sini L
Hri pertama saya penuh dengan makanan,
hehe, setelah kekenyangan di dalam pesawat, saya disambut dengan mekanan di
rumah, kentang rebus, daging ayam panggang yang sangat besar dan zucchini
adalah makan siang saya. Di sore hari ada afternoon tea, saya makan pie
blueberry dan kopi, 2 jam kemudian makan malam, wow!!!! Menunya roti dan ayam
dan berbagai jenis mayonnaise, butter,dan banyak lagi. Mereka heran ketika saya
terus menerus hanya minum dengan air mineral. Ah,memangnya kenapa???
Saya mandi dan sedih karena tidak ada
air hangat di shower, padahal udara dingin sekali. Selesai mandi Ul baru
menjelaskan bahwa saya harus memutar keran ke kanan agar bisa mendapatkan air
panas, whaaatttt…… akhirnya saya tidur menggigil karena saya keramas dengan air
dingin dan tidak ada hairdryer. Orang jerman jarang sekali mandi, sepertinya
hanya 1-2 kali seminggu saja.
Sekian pengalaman saya di hari
pertamaaaa yeay!!!! Dalam tulisan selanjutnya saya akan membagi pengalaman saya
berikut foto2 yang seru J) Enjoy reading
teman2!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar